Sabtu, 10 Maret 2012

"PSIKOLOGI HEWAN"

Tidak hanya manusia, hewan mamalia seperti lumba-lumba ternyata juga mempunyai masalah psikologis, terutama masalah traumanya. Psikologis mereka akan terganggu juga, terutama jika mereka ditangkap dan dikurung di dalam kolam yang sempit.
Menurut peneliti dari Emort University, Lori Marino, Lumba-Lumba memiliki tingkat kecerdasaan yang cukup tinggi dan kompleksitas yang berpotensi dapat merusak psikologis mereka. Selain itu, menurutnya, Lumba-lumba juga akan trauma, jika mereka dijejali dengan informasi dan gambaran yang membuat mereka merasa ketakutan.
"Lumba-lumba adalah makhluk sangat cerdas dengan kepribadian individu, otonomi dan kehidupan batin. Selama ini dikatakan bahwa interaksi lumba-lumba dengan manusia bisa memiliki kualitas penyembuhan, seperti orang cacat memiliki manfaat kesehatan hanya dengan berenang bersama lumba-lumba, Mereka sangat rentan terhadap penderitaan dan trauma psikologis," jelas Lori, seperti yang dilansir Telegraph.
"Namun demikian, hubungan yang baik antara lumba-lumba dengan manusia juga bisa menjadikan hewan laut itu bisa sembuh dengan cepat. Sehigga, manusia harus mengetaui tabiat lumba-lumba ketika mereka ada di alam liar," tandasnya.
Lori juga menambahkan, banyak otak lumba-lumba modern secara signifikan lebih besar daripada kita sendiri. Ciri-ciri anatomi otak mereka menunjukkan sebuah kerumitan kecerdasan.
Salah satu makhluk hidup yang dianggap sebagai hewan paling cerdas, ternyata dapat menderita masalah psikologi terkait dengan ditangkapnya dan dikurungnya mereka di dalam kolam. Penemuan ini ditemukan Lori Marino, seorang ahli syaraf di Universitas Emory, Atlanta, Amerika Serikat.
Menurut Lori Marino, lumba-lumba bisa trauma jika mereka terus disimpan atau hanya berenang dengan wisatawan.“Kompleksitas dan kecerdasan otak yang dimiliki lumba-lumba menunjukkan bahwa praktek berpotensi merusak psikologis lumba-lumba dan menyajikan sebuah gambaran salah tentang informasi kapasitas intelektual alami mereka,” kata Marino.
Mark Simmons, direktur The Whale and Dolphin Conservation Society berkata, “Saya pikir kami harus sangat berhati-hati, bukan hanya berenang dengan lumba-lumba, tetapi juga memperhatikan mereka dari perahu-perahu juga.” Menurut Simmons, manusia perlu berpikir ulang tentang bagaimana interaksi dengan lumba-lumba di alam liar.
“Sayangnya salah satu indikator kecerdasan adalah bahwa mereka dapat menderita dengan cara yang sama seperti yang kita derita. Aku cukup yakin mereka menderita dalam cara-cara yang sangat mirip dengan kita,” kata Simmons. Dr Marino menambahkan, “Banyak otak lumba-lumba modern secara signifikan lebih besar daripada kita sendiri.” Ciri-ciri anatomi otak mereka menunjukkan sebuah “kompleks” kecerdasan.(AYB) .
Baru – baru ini lumba – lumba dinyatakan sebagai makhluk kedua di dunia yang paling cerdas. Sebuah zoology dari Emory University di Atlanta , Georgia , menurut The Times , mengatakan bahwa “ neuroanatomy mereka menunjukkan kontinitas psikologis antara manusia dan lumba – lumba , ’’ dan menyerukan untuk peninjauan kembali terhadap interaksi manusia dengan lumba – lumba . Ilmuwan lain dari Universitas Marymount Loyola di Los Angeles bahkan menyebut mereka sebagai “ prang – orang non manusia ’’.
Jadi ya, lumba – lumba lebih cerdas daripada simpanse dengan kemampuan komunikasi yang mirip dengan manusia . Otak mereka hanya selisih sedikit dengan massa otak manusia , membuat mereka sebagai hewan dengan budaya dan kepribadian yang berbeda dengan kemampuan untuk berpikir tentang masa deepan,
Lumba-lumba termasuk salah satu hewan yang cerdas di dunia. Selain membantu mengarahkan kapal di lautan, para peneliti juga menemukan kalau lumba-lumba bisa membantu mereka yang menderita gangguan saraf, khususnya anak-anak autisme. Terapi lumba-lumba (dolphin therapy) diklaim bisa meningkatkan kemampuan berbicara dan keahlian motorik anak-anak penderita autisme.
Terapi ini dimulai oleh antropolog Dr Betsy Smith di awal tahun 70-an setelah melihat efek terapis lumba-lumba pada saudaranya yang mengalami gangguan saraf. Selanjutnya terapi ini dikembangkan oleh Dr Nathanson di the Dolphin Human Therapy centre di Florida, AmeriKa.
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas sensori anak. Dalam program yang berlangsung di kolam renang dengan lumba-lumba ini, terapis akan membantu anak-anak autisme. Anak-anak akan diminta untuk berenang, menyentuh, memberi makan atau mengelus-elus hewan tersebut. Selanjutnya terapis akan bekerja dan membantu pada area tertentu seperti berbicara, bertingkah dan keahlian motorik. Terapis akan mendisain program sesuai dengan kebutuhan anak.
Terapi lumba-lumba ini tidak bisa menyembuhkan sepenuhnya. Tetapi bisa meredakan beberapa gejala autisme dengan cara menguatkan proses penyembuhan mereka. Para peneliti yang mengambil sampel darah sebelum dan sesudah anak melakukan terapi menemukan adanya perubahan hormon endorphin dan enzim-enzim serta T-cells. Akan tetapi, proses perubahan ini, menurut peneliti, belum diketahui penyebab pastinya.
Penelitian mengenai lumba-lumba dan autisme terus dilakuan, tetapi para ilmuwan juga telah menemukan beberapa hipotesis bahwa menyatu dan bermain dengan lumba-lumba akan membangkitkan respon emosional yang mendalam dan memicu pelepasan perasaan dan emosi yang mendalam. para peneliti meyakini, anak-anak lebih responsif terhadap terapi karena mereka bermain di lingkungan yang menyenangkan. Selain itu, lumba-lumba dinyatakan bisa merasakan area yang tidak berfungsi penuh dan trauma fisik di tubuh manusia dan mereka memotivasi anak-anak untuk menggunakan area-area ini.
Dari sisi lain, proses pemulihan sama dengan terapi suara. Ritme dan suara vibrasi membantu membangkitkan perubahan mood. Menurut Dr Cole, ketua Aquathought Foundation, berenang dengan lumba-lumba bisa menciptakan perubahan sel-sel psikologi dan jaringan dalam tubuh.
Lumba-lumba, terang Cole, mempunyai sonar alami. Mereka akan memancarkan gelombang ultrasound untuk menentukan lokasi benda dan untuk berkomunikasi. Bunyi yang dikeluarkan lumba-lumba, terang dia lagi, sangat kuat sehingga bisa menyebabkan pembentukan lubang di struktur molekul-molekul cairan dan jaringan lunak.
Cole meyakini bahwa frekuensi sinyal lumba-lumba berpengaruh kuat terhadap otak manusia dengan cara memodifikasi aktivitas gelombang otak. Hasil tes yang dilakukan pada manusia menunjukkan kalau bunyi ini bisa mengubah frekuensi otak manusia dari beta menjadi alpha.
Bunyi ini dapat merangsang otak manusia untuk memproduksi energi yang ada dalam tulang tengkorak, dada, dan tulang belakang membuat kedua belahan otak lebih sinkron sehingga komunikasi antara otak kanan dan kiri menjadi jauh lebih baik. Selain itu, terapi lumba-lumba ini juga dinyatakan bisa membuat perubahan emosi yang kuat, menenangkan anak-anak, meningkatkan kemampuan komunikasi dan konsentrasi, memperbaiki fungsi motorik dan koordinasi, membuat kontak mata, senyum, tawa, dan daya sentuh anak semakin baik, serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Serta gelombang suara dari lumba-lumba juga dapat meningkatkan neurotransmitter.
(Untuk memenuhi tugas ekologi hewan. Prodi Biologi UMM)
Dosen pengampu Bang Us Papanya Cyra
Oleh : RISTRIA UCIK KAPRIANDANI / 201010070311045